Powered By Blogger

05 September 2012

ADAKAH "RATU ADIL" DI NEGERI INI?








E
nam puluh tujuh tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta atas Bangsa Indonesia, memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia. Tentunya, untuk menyatukan beragam suku, agama, ras, golongan dalam sebuah Negara kesatuan, bukanlah perkara yang gampang. Akan tetapi, demi Indonesia, para founding father’s “sepakat” untuk merajut kebersamaan dalam perbedaan dengan mencetuskan semboyan, Bhineka Tunggal Ika (berbeda-berbeda tetapi satu jua). Maka, sejak itulah dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, tanpa memandang perbedaan  suku, agama, ras bersatu dalam sebuah Negara kesatuan, bernama Indonesia.
Tahun ini, Republik Indonesia genap berusia 67 tahun. Sayangnya, perayaan tahun ini, diwarnai “kabar  tak sedap”.  Bukan karena  dana yang dihabiskan di Istana yang konon katanya,  mencapai milyaran rupiah. Tetapi, beberapa peristiwa yang terjadi baik pra maupun pasca perayaan  hari kemerdekaan, seperti: Isu SARA Pilgub DKI, Kasus HKBP Filadelfia & GKI Yasmin, yang untuk kesekian kali beribadah di depan Istana, seorang Nenek yang dihukum 4 bulan karena mencuri kakao, untuk “menyambung hidup” akibat kemiskinan dan yang teranyar adalah Penangkapan dua oknum hakim oleh Mahkama Agung (MA) dan KPK, karena “tertangkap tangan” menerima suap.



Realitas inilah, yang “merangsang” nalar saya –untuk tidak menulis lebih lanjut perihal “kemerdekan” toh, pertanyaan, “Benarkah Indonesia sudah medeka?” adalah pertanyaan usang, karena antara impian dan kenyataan para pendiri bangsa, bak langit dan bumi– tetapi bertanya, “Masih adakah ‘Ratu Adil’ di
Republik ini?” Jika masih ada,  mengapa, GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia terus dibiarkan “terkatung-katung” tanpa kepastian, dimanakah keadilan? Jika masih ada keadilan, mengapa pencuri kakao, pencuri ayam, cepat divonis bersalah dan menjalani hukuman, sedangkan para pencuri kelas kakap (Koruptor) kasus Century, Hambalang dan sebagainya, sepertinya sangat sulit dihukum? Entahlah! Yang pasti, semakin lama saya memikirkan “keadilan”  di bangsa ini, semakin pusing kepala saya.  Saya, lalu berpikir,  mengapa saya memikirkan yang terlalu tinggi! Bukankah, keadilan itu berawal dari diri sendiri,  keluarga, dan lembaga? Jika demikian, Apakah, saya sudah berlaku adil?  Apakah di Lembaga saya, juga telah berlaku adil? Apakah para alumni masih merasa diperlakukan tidak adil?  Dan sejuta pertanyaan lainnya, seputar keadilan! Hingga akhirnya, saya “menemukan” sebuah kisah, yang membuat saya semakin mengerti, apa sebenarnya keadilan itu!
Alkisah, di Negeri Antaberanta, pada suatu ketika, datanglah seorang putera Raja yang baru berumur 7 tahun, mengadu kepada Penasehat Kerajaan, khusus yang menangani  putra-putri Raja. 

"Saya merasa diperlakukan tidak adil," katanya.
            "Siapa yang memperlakukanmu tidak adil, anakku?" tanya Sang Penasehat,
"Raja!" jawabnya singkat.
"Apa yang engkau rasakan sebagai ketidak-adilan?" kata Sang Penasehat.
"Raja selalu membeda-bedakan pemberiannya kepadaku dan adikku!" kata putera Raja itu masih dengan emosi, dan suara yang meninggi.
"Jadi, menurutmu?" lanjut Sang Penasehat.
"Supaya adil, Raja harus memberikan barang yang sama kepada kami berdua!" katanya, dengan ketus. Lebih lanjut, ia berkata,
"Kemarin Raja menghadiahi adikku kuda putih sedangkan aku kuda cokelat biasa! "

Sang Penasehat tersenyum saja mendengar "protes" putera Raja yang masih belia itu. Namun demikian dengan bijak ia menanggapi,
 "Baik, nanti Paman akan membicarakannya dengan Baginda, anakku," kata Sang Penasehat.

Singkat cerita, Raja kemudian mengikuti nasehat yang diberikan Penasehat Khusus putera-puteri Raja itu dengan selalu memberikan barang yang sama untuk kedua puteranya. 

Setelah sekian lama berlangsung, putera Raja itu kembali datang menemui Sang Penasehat dan berkata,
"Ini tidak adil!" katanya,
"Apalagi anakku?" kata Sang Penasehat.
"Saya dihadiahi celana yang ukurannya sama dengan adikku! Bagaimana aku bisa memakainya?!" katanya emosi, sementara Sang Penasehat tersenyum tenang.
"Jadi anakku, menurutmu keadilan itu apa sekarang?
"Raja harus memberikan ukuran celana yang sesuai dengan ukuran masing-masing! katanya ketus.
"Jadi, itu keadilan?" tanya Penasihat.
"Iya!" jawab putera Raja itu.

Sambil memeluk anak itu, Sang Penasehat berkata,
Anakku, sejauh kamu masih mencari dan mempertanyakan soal keadilan, maka kamu tidak akan pernah menemukannya. Keadilan itu bukan dikejar atau diberikan, keadilan akan ada kalau semua orang bersama-sama menciptakannya. Keadilan tidak datang kalau engkau hanya melihat kepentingan diri sendiri, keadilan akan hadir hanya kalau semua orang membuka hatinya untuk memikirkan orang lain juga.

Jadi, akhirnya marilah kita mengusahakan keadilan itu, sebelum kita menuntutnya! Mulailah dari diri sendiri, keluarga, lembaga, dan akhirnya dapat mempengaruhi bangsa ini, Semoga!