Powered By Blogger

28 Juni 2009

Quo Vadis Pendidikan Teologi di Indonesia?


Kemarin (sabtu, 27/06/ 2009) saya mendapat 'kesempatan langkah' mengikuti Seminar dan Lokakarya (SEMILOKA) Penulisan disemua Media, yg difasilitasi oleh CHRISTIAN LEADERSHIP NETWORK CENTRE (CLNC) dan Yayasan Komunikasi Masyarakat (YAKOMA)-PGI.....di Resto & Ballroom Himalaya Makassar, Sul-Sel. 

Dari beberapa Pemateri, yang membawakan materi, "WRITE YOUR VISION"._Bung Mula Harahap (Dir. YAKOMA dan mantan editor BPK-GM Jakarta), Ronald Ngantung (wartawan senior Suara Pembaruan, Sinar Harapan dan Wapemred Tribun Timur), Ps. herry Adiyanto (Webmaster-top ten),dll_ saya sangat senang sekaligus 'jengkel' dengan Ayah Mula (tapi saya tidak katakan, saya tidak senang dengan pemateri lainnya). 

Karena 'jengkel' itulah, saya berani sharingkan (diskusikan) di FB, tentunya setelah mendapat 'ijin' dari beliau (katanya beliau, 'senang' dikomentari, dicaci, dll....bagus ini pikir saya. 

Dengan gayanya yang khas, beliau memaparkan seluk beluk dunia tulis-menulis, beliau begitu semangat...menceritakan 'masa keemasan' penulis/penerbit Kristen beberapa tahun silam......tiba-tiba suaranya mulai perlahan, "kini, semua tinggal kenangan..........." betapa tidak, penulis/ penerbit Kristen mulai 'tenggelam' .....dan kalah dari 'saudara sepupu" .....

Lalu Ia, berteriak, "...mana anak-anak Sekolah/fakultas Teologi?...mana karya mereka?".....coba lihat 'saudara sepupu' yang sekolah di 'STT juga' karya mereka tidak hanya dinikmati oleh kalangan mereka, tapi kita pun menikmatinya....lihatlah Ayat-Ayat Cinta dan novel, buku lainnya penulisnya juga 'anak STT' kok?.
Beberapa teman saya (yang kebetulan berasal dari STT yang sebenarnya bukan tanda -"-) langsung 'bereaksi memprotes', saya sih diam-diam saja toh ada benarnya...... saya malah berterimaksih kepada Ayah Mula yang telah 'memprovokasi' saya.......

Memang, tidak objektif kalau masalah tulis-menulis dijadikan parameter mengukur peranan Sekolah/fakultas Teologi, karena memang 'bukan untuk itu' tujuan Sekolah/fakultas Teologi. Tetapi paling tidak, hal ini 'mengindikasikan' bahwa ada 'sesuatu' yang 'tidak beres' dengan Sekolah-Sekolah/fakultas-fakultas Teologi di Negeri ini . Ada 'indikasi' Sekolah/fakultas Teologi 'mengeksklusifkan' diri....kotor kalau memikirkan yang 'duniawi'............kita lebih suka memikirkan hubungan jemaat/ warga Gereja kita, dengan Tuhan. Dan membiarkan' mereka' yang memikirkan itu, benar juga!. 

Sayangnya, justru disinilah letak 'kelemahan' kita, kita 'gagal' memainkan peran kita sebagai garam dan terang. sebenarnya, kita hanya bisa jadi terang (yang menarang)i kalo kita ada dalam kegelapan, bukan sebaliknya kita menjadi terang ditempat yang terang, he..he.........

Saya jadi teringat dengan salah satu artikel di Buletin Oikumene PGI edisi Mei 2009, rupanya, Pendidikan Teologi tidak menumbuhkan kesadaran kritis dan emansipatoris, sebaliknya Sekolah-Sekolah/ Fakultas Teologi lebih menyerupai lembaga pencucian otak, sebagaimana di negara otoriter dan totaliter........

Maka, wajar saja, kalau dewasa ini, Sekolah/ fakultas teologi tidak lagi 'menarik' (diminati). Beda memang dengan zamannya John Calvin,dkk...............!

JB for people.

Bahaya kekeringan Rohani




Ada sebuah pertanyaan klasik, Mengapa Tuhan mengizinkan umat-Nya yang sedang berjalan di padang gurun berulang kali mengalami kekurangan air?  ( lih. Kel. 15:23, Bil. 20:2), Apakah TUHAN tidak tahu bahwa air merupakan kebutuhan vital yang harus dipenuhi tepat pada waktunya, lalu bagaimana dengan anak-anak yang mengalami dehidrasi?

'Pasti' sebagian besar dari kita akan menjawab, Agar mereka belajar bersandar penuh kepada Dia.  Jawaban yang tepat, namun terlalu cepat! he..he.. 

Sekali lagi, lewat kisah ini, kita melihat umat Tuhan yang bertingkah laku bukan sebagai umat beriman. Wajar sekali bila orang mengalami kehausan karena kekurangan air saat berada di padang gurun yang gersang. Akan tetapi, bukankah mereka sudah beberapa kali melihat bagaimana Tuhan menghantar mereka melewati padang kesulitan? Bukankah mereka sudah mengalami sendiri bagaimana Tuhan memelihara mereka dengan cara-Nya yang ajaib? Sayang sekali mereka bebal. Perhatian mereka hanya tertuju pada penderitaan yang akan mereka hadapi di padang gurun. Mereka tidak mau bila kondisi di gurun jauh lebih buruk daripada kondisi mereka ketika masih di Mesir. Di Mesir mereka dapat menikmati makanan secara berkelimpahan. Celakanya mereka lupa bahwa di Mesir mereka tidak merdeka karena secara fisik maupun mental, mereka adalah budak dari Firaun. Di balik keluh kesah tentang kedahagaan jasmani, sebenarnya mereka mengalami kedahagaan yang jauh lebih mengerikan yaitu, kerohanian yang dahaga. Kekeringan rohani membuat mereka tidak mampu melihat dan merasakan kehadiran Tuhan yang seharusnya menyegarkan hidup.

Dunia sekarang ini adalah dunia dengan gejala kekeringan dan kedahagaan rohani luar biasa. Buktinya adalah kebangkitan agama dan aliran kepercayaan, maraknya tempat-tempat hiburan, pengejaran terhadap status, kekayaan, dan kemewahan. Yang celaka tentu kalau orang Kristen sendiri terjebak ke dalam situasi ini. Sebagai anak-anak Tuhan, mari segarkan rohani kita dengan mendekatkan diri kepada Dia lewat persekutuan yang intim dalam firman dan doa. Jika berbagai tanda kekeringan rohani Anda rasakan kini, akuilah kepada Tuhan. Jadikan ini sebagai kesempatan untuk merasakan Tuhan memuaskan dahaga Anda.

JB for people.....